Ulama berbeda pendapat tentang hukum suara wanita. Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa suara wanita adalah aurat. Namun, menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama, suara wanita bukanlah aurat. Sehingga siapapun boleh saja mendengar suara seorang wanita atau mendengarnya berbicara, karena tidaklah termasuk hal yang terlarang dalam Islam. Ini adalah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini.
Syaikh Wahbah Zuhaili Hafizhahullah berkata : โSuara wanita menurut jumhur (mayoritas ulama) bukanlah aurat, karena para sahabat nabi mendengarkan suara para isteri Nabi Saw untuk mempelajari hukum-hukum agama, tetapi diharamkan mendengarkan suara wanita yang disuarakan dengan melagukan dan mengeraskannya, walaupun dalam membaca Al Quran, dengan sebab khawatir timbul fitnah.[1]
Dikatakan : โAda pun jika suara wanita, maka jika si pendengarnya berlezat-lezat dengannya, atau khawatir terjadi fitnah pada dirinya, maka diharamkan mendengarkannya, jika tidak demikian, maka tidak diharamkan. Para sahabat radhiyallahuโanhum mendengarkan suara wanita ketika berbincang dengan mereka (dan itu tidak mengapa).[2]
Dalil yang menunjukkan bahwa suara wanita bukanlah aurat sangatlah banyak, diantaranya adalah sebagai berikut :
- Dalil Al Qurโan
Berikut ini diantara ayat al Qurโan yang menyebutkan secara tersurat maupun tersirat bahwa suara wanita itu bukanlah aurat.
- Allah k memerintahkan para istri Rasulullah n agar berkata-kata, namun dengan perkataan dan cara yang baik. Dan tentunya perkataan istri Nabi itu akan di dengar bukan saja oleh para shahabiyah tetapi juga para shahabat g. FirmanNya :
ููุง ููุณูุงุกู ุงููููุจูููู ููุณูุชูููู ููุฃูุญูุฏู ู ููู ุงููููุณูุงุกู ุฅููู ุงุชููููููุชูููู ููููุง ุชูุฎูุถูุนููู ุจูุงูููููููู ููููุทูู ูุนู ุงูููุฐูู ููู ููููุจููู ู ูุฑูุถู ูููููููู ููููููุง ู ูุนูุฑููููุง
โWahai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.โ (Al-Ahzab: 32)
Meskipun konteks ayat diatas membicarakan para umahatul mukminin, tetapi sudah maklum dan maโfum dipahami, hukum ayat ini tentunya berlaku untuk semua kaum muslimah.
- Allah l menceritakan wanita yang menggugat kepada Nabi n tentang dzihar yang dilakukan suami wanita tersebut. FirmanNya :
ููุฏู ุณูู ูุนู ุงูููููู ูููููู ุงูููุชูู ุชูุฌูุงุฏููููู ููู ุฒูููุฌูููุง ููุชูุดูุชูููู ุฅูููู ุงูููููู ููุงูููููู ููุณูู ูุนู ุชูุญูุงููุฑูููู ูุง ุฅูููู ุงูููููู ุณูู ููุนู ุจูุตููุฑู
โSesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar hiwar (dialog) antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.โ ( Al Mujadilah : 1)
Dan tentu saja pengaduan wanita tersebut kepada Nabi n mengunakan kata-kata, bukan dengan bahasa isyarat. Dan mustahil Rasulullah n akan mau mendengar suara wanita tersebut bila hal tersebut adalah aurat.
- Dalam al Qurโan terdapat kisah tentang dialog Nabi Musa w dengan dua wanita kakak beradik, yakni putri nabi Syuโaib, FirmanNya :
ููููู ููุง ููุฑูุฏู ู ูุงุกู ู ูุฏููููู ููุฌูุฏู ุนููููููู ุฃูู ููุฉู ู ููู ุงููููุงุณู ููุณูููููู ููููุฌูุฏู ู ููู ุฏููููููู ู ุงู ูุฑูุฃูุชููููู ุชูุฐููุฏูุงูู ููุงูู ู ูุง ุฎูุทูุจูููู ูุง ููุงููุชูุง ููุง ููุณูููู ุญูุชููู ููุตูุฏูุฑู ุงูุฑููุนูุงุกู ููุฃูุจููููุง ุดูููุฎู ููุจููุฑู
โDan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.“ (Al Qashash : 23)
Dan disambung diayat selanjutnya :
ููุฌูุงุกูุชููู ุฅูุญูุฏูุงููู ูุง ุชูู ูุดูู ุนูููู ุงุณูุชูุญูููุงุกู ููุงููุชู ุฅูููู ุฃูุจูู ููุฏูุนูููู ููููุฌูุฒููููู ุฃูุฌูุฑู ู ูุง ุณูููููุชู ููููุง ููููู ููุง ุฌูุงุกููู ููููุตูู ุนููููููู ุงููููุตูุตู ููุงูู ููุง ุชูุฎููู ููุฌูููุชู ู ููู ุงููููููู ู ุงูุธููุงููู ูููู
โKemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu’aib berkata: “Janganlah kamu takut. kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.” (Al-Qashash: 25)
Demikianlah, masih banyak dalil dalam kitabullah yang menunjukkan bahwa suara wanita bukanlah aurat. Baik dalil-dalil tersebut bersifat umum yang mewajibkan, menyunnahkan, atau memubahkan berbagai aktivitas, yang berarti mencakup pula bolehnya wanita melakukan aktivitas-aktivitas itu.
Seperti para wanita berhak dan berwenang melakukan aktivitas jual beli (QS. Al-Baqarah: 275; QS. An-Nisaโ:29), berhutang-piutang (QS. Al-Baqarah: 282), sewa-menyewa (ijarah) (QS. Al-Baqarah: 233; QS. Ath-Thalaq: 6), memberikan persaksian (QS. Al-Baqarah: 282), menggadaikan barang (rahn) (QS. Al-Baqarah: 283), menyampaikan ceramah (QS. An-Nahl: 125; QS. As-Sajdah: 33), meminta fatwa (QS. An-Nahl: 43), dan sebagainya. Yang kesemuanya itu hampir mustahil tidak menggunakan aktivitas suara/ berbicara.
- Hadits Nabi dan Atsar para shahabat
- Shahabiyah (shahabat wanita) mereka berbicara dengan Rasulullah n.
Banyak hadits yang menceritakan bahwa para shahabat wanita dahulu juga bertanya kepada Rasulullah n,,, bahkan ketika Nabi n sedang berada di tengah-tengah para sahabat laki-laki. Diantaranya adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadits berikut ini :
ุฃูููู ุงู ูุฑูุฃูุฉู ู ููู ุฌูููููููุฉูุ ุฌูุงุกูุชู ุฅูููู ุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ูุ ููููุงููุชู: ุฅูููู ุฃูู ููู ููุฐูุฑูุชู ุฃููู ุชูุญูุฌูู ููููู ู ุชูุญูุฌูู ุญูุชููู ู ูุงุชูุชูุ ุฃูููุฃูุญูุฌูู ุนูููููุงุ ููุงูู: ยซููุนูู ู ุญูุฌููู ุนูููููุงุ ุฃูุฑูุฃูููุชู ูููู ููุงูู ุนูููู ุฃูู ูููู ุฏููููู ุฃูููููุชู ููุงุถูููุฉูุ ุงููุถููุง ุงูููููู ููุงูููููู ุฃูุญูููู ุจูุงูููููุงุกู
Dari Ibnu Abbas h, bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Rasulullah n, lalu berkata : โSesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk pergi haji, tetapi dia meninggal sebelum berangkat haji, apakah saya bisa berhaji atas nama ibu saya?โ Beliau bersabda: โYa, berhajilah untuknya, apa pendapatmu jika ibumu punya hutang? Bayarlah hutang kepada Allah, sebab hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan.โ (HR. Bukhari no : 1852)
- Para Shahabat mendatangi ummul mukminin untuk bertanya hukum agama.
Dan para sahabat sendiri juga pernah pergi kepada ummahatul mukminin (para isteri Rasulullah) untuk meminta fatwa dan mereka pun memberikan fatwa dan berbicara dengan orang-orang yang datang. Dan tidak ada seorang pun mengatakan, โSesungguhnya ini dari Aisyah atau selain Aisyah telah melihat aurat yang wajib ditutupi,โ padahal isteri-isteri Nabi mendapat perintah dengan keras yang tidak pernah dirasakan bagi wanita lainnya.[3]
Al Ahnaf ibn Qais berkata : โAku telah mendengar hadits dari mulut Abu Bakar, Umar,
Utsman dan Ali. Dan aku tidak pernah mendengar hadits sebagaimana aku
mendengarnya dari mulut โAisyah.โ (HR. Al Hakim)
Musa bin Thalhah ra. berkata :
ู ูุง ุฑูุฃูููุชู ุฃูุญูุฏูุง ุฃูููุตูุญู ู ููู ุนูุงุฆูุดูุฉู
โAku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih fasih bicaranya daripada Aisyah.โ (HR. Tirmidzi)
- Pendapat ulama mazhab
Berikut perkataan para ulama dan yang termaktun dalam kitab-kitab muโtabarah yang menjelaskan tentang hukum suara wanita :
– Hanafiyah
Ada sebagian riwayat yang mengatakan bahwa Abu Hanifah berpendapat suara wanita adalah aurat. Namun, menurut khabar yang kuat adalah bahwa kalangan Hanafiyah menyatakan suara wanita bukan aurat.[4]
– Malikiyah dan Hanabilah
Dalam al Mausuโah Fiqihiyah al Kuwaitiyah juz 4 halaman 91 dapat disimpulkan tentang pandangan kedua mazhab ini bahwa suara wanita bukanlah aurat. Yaitu ketika mereka berpendapat dibencinya mendengarkan nyanyian wanita.
– Syafiโiyah
Diketahui secara pasti pendapat dari mazhab ini, bahwa suara wanita bukanlah aurat. Dan bahkan menurut syafiโiyah, boleh mendengarkan suara wanita menyanyi dengan catatan aman dari fitnah.[5]
- Pendapat para ulama lainnya.
– Umairah mengatakan : โSuara perempuan bukan aurat berdasarkan pendapat sahih, maka tidak haram mendengarnya.โ[6]
– Zainuddin al-Malibary berkata : โSuara tidak termasuk aurat, karena itu tidak haram mendengarnya kecuali dikuatirkan fitnah atau berlezat-lezat dengannya sebagaimana yang telah dibahas oleh Zarkasyi.โ[7]
– Syaikh al Jaziri Hafizhahullah berkata : โSuara wanita bukanlah aurat. Karena istri-istri Nabi dahulu juga bercakap-cakap dengan para shahabat.[8]
Kalangan Yang Mengatakan Bahwa Suara Wanita Aurat
Namun, sebuah fakta yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa ada sebagian ulama yang memang berpendapat bahwa suara wanita adalah aurat. Pendapat mereka ini didasarkan kepada beberapa dalil diantaranya :
- Hadits Rasulullah Saw, beliau bersabda :
ุงููู ูุฑูุฃูุฉู ุนูููุฑูุฉู ููุฅูุฐูุง ุฎูุฑูุฌูุชู ุงุณูุชูุดูุฑูููููุง ุงูุดููููุทูุงูู
โWanita adalah aurat, jika dia keluar maka syetan akan mengawasinya.โ (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah Thabarani ; shahih)
Berdasarkan makna dzahir hadits ini, kalangan ini menyimpulkan bahwa semua bagian dari wanita adalah aurat termasuk suaranya.
Bantahan : Dalam Ilmu fiqih tidak asing lagi diketahui adanya dalil yang bersifat โaam (umum) dan dalil khosh (khusus). Jadi sebuah dalil terkadang bermakna mujmal (global) tetapi ada pula yang muqayad (terbatasi). Contohnya firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 3 yang menjelaskan keharaman semua bangkai, tetapi kemudian dikhususkan bangkai binatang laut darinya, dalil takhsisnya adalah sabda Nabi : โDihalalkan bagi kami dua bangkaiโฆ. Yaitu (bangkai) ikan dan belalang.โ
Oleh karena itu para ahli ushul membuat kaidah, Hamlul Muthlaq ilal Muqayyad (Memahami dalil yang umum harus dibatasi oleh yang khusus).
Hadits diatas adalah hadits umum yang menginformasikan secara umum bahwa tubuh wanita adalah aurat, yang kemudian ditakhsis (dibatasi) dengan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa wajah, telapak tangan dan termasuk suara adalah yang dikecualikan.
- Firman Allah taโala :
ููููุง ููุถูุฑูุจููู ุจูุฃูุฑูุฌูููููููู ููููุนูููู ู ู ูุง ููุฎูููููู ู ููู ุฒููููุชูููููู
โDan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (An Nuur : 31)
Menurut kalangan ini, jika gelang kaki wanita saja dilarang untuk digetarkan sehingga terdengar suaranya, maka suara wanita lebih layak dilarang karena lebih merdu dibanding suara gelang.
Namun dalil ini dibantah oleh para ulama, dan nampak dalil dengan ayat ini tidaklah tepat. Karena yang dilarang dari seorang wanita pada ayat diatas adalah pada perbuatannya yang memamerkan perhiasannya. Jika dikiaskan dengan suara wanita tentu tidak tepat, karena suara manusia itu termasuk kebutuhan yang sangat penting, keharaman barulah ada apabila mempergunakannya untuk merayu dan mengundang syahwat.
- Cara menegur imam bagi makmum yang tidak menggunakan suara.
Dalil lainnya yang digunakan adalah dengan adanya ketentuan bagi makmum wanita yang menegur imam yang keliru, yaitu hanya diperbolehkan menggunakan tepukan tangan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits ketika Rasulullah n ditanya tentang cara menegur imam yang keliru, beliau menjawab :
ู ููู ููุงุจููู ุดูููุกู ููู ุตููุงูุชููู ููููููุณูุจููุญู ููุฅูููููู ุฅูุฐูุง ุณูุจููุญู ุงููุชูููุชู ุฅููููููู ููุฅููููู ูุง ุงูุชููุตููููุญู ููููููุณูุงุกู
โBarangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan khusus untuk wanita.โ (HR. Bukhari no. 7190 dan Muslim no. 421)
Logikanya, jika bukan aurat, tentunya kaum wanita pun juga sama dengan laki-laki, yakni diperbolehkan menggunakan suaranya mengucap subhanallah.
Namun, lagi-lagi alasan ini juga lemah dan penakwilan yang berlebihan, sebab apa yang wanita lakukan dengan bertepuk tangan ketika meluruskan kekeliruan imam, itu adalah sebuah aturan baku yang ada dalam shalat yang sifatnya taโabudiyah, yang tidak ada kaitannya dengan aurat atau bukan.
Penutup
Suara wanita menurut pendapat yang shahih bukanlah aurat, karena itu tentunya tidak mengapa bila seorang wanita berkata-kata dengan siapapun dengan perkataan yang baik. Namun, untuk berbicara dengan lelaki asing maka hendaknya tidak berkata-kata dengan intonasi yang menyerupai desahan, yang akan mengundang fitnah dan keburukan.[9]
Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Hendaknya ini di jauhi oleh setiap muslimah, karena Allah taโala telah mengingatkan : โMaka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang maโruf.โ (Al Ahzab: 32)
Wallahu Aโlam